Tag Archive: kehidupan


Banyak orang merasa kaget datang ke gereja minggu lalu (27 Nov) karena apa yang mereka temukan di area lobi kantor: sebuah pohon natal lengkap dengan lampu dan beragam pernak-pernik memikat telah “nangkring” di sana.  Beberapa berpikir, “Cepat sekali! Kan belum Desember.”  Kami sendiri telah mulai memasang pohon natal sejak 16 November lalu.

Suka-tidak-suka, siap-tidak-siap, natal telah berada di depan mata. Dan apapun yang terjadi kita akan melewati natal sekali lagi dalam kehidupan kita. Pertanyaannya, apakah kita sudah siap menikmati natal seperti yang Tuhan rindukan?

Hari ini, sekitar tiga minggu menjelang 25 Desember, firman Tuhan akan menolong kita mempersiapkan hati kita untuk menyambut natal.  Yang Tuhan rindukan adalah kiranya setiap kita boleh sekali lagi menikmati natal yang mengubahkan. Natal yang membangun kembali hati dan roh kita untuk Tuhan.

Hari ini, saya ingin berbicara tentang memaknai natal sebagai sebuah kehadiran. Natal adalah soal kehadiran. Kehadiran Allah di tengah dunia ini. Di tengah kehidupan kita. Ini adalah pemahaman dasar yang perlu kita sadari untuk dapat menikmati natal yang menjelang.

Matius 1:23. “Sesungguhnya anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia: Imanuel—yang berarti: Allah menyertai kita.”

Kabar dari malaikat Tuhan kepada Yusuf dan Maria jelas berbicara tentang kelahiran Tuhan Yesus. Nama yang diberikan oleh surga kepadanya adalah Imanuel—Allah menyertai kita.  Allah hadir di tengah dunia. Allah ada. Allah ada di tengah kita. Di antara kita. Di dalam kita.

Kehadiran Tuhan penting karena kelahiran Tuhan Yesus sesungguhnya menandai berakhirnya sebuah masa yang cukup panjang dimana Allah ”diam”. Tuhan tidak seheboh masa sebelumnya berbicara dengan Israel melalui perantaraan nabi-nabi. Tidak ada mukjizat dan tanda-tanda ajaib sedahsyat masa perjalanan 40 tahun di padang gurun.  Ada masa dimana Tuhan “absen” mengurusi dunia.  Minimal 400 tahun. Itu masa dimana Tuhan membiarkan orang Israel melalukan apa yang mereka mau lakukan.  Dosa dan kecemaran yang kemudian mengakibatkan kehancuran Israel sendiri.

Sewaktu malaikat datang pada Yusuf dan Maria melalui mimpi, itu adalah sebuah peristiwa yang menandainya berakhirnya masa di mana Tuhan “absen”.  Dan nama Dia bawa adalah Imanuel. Menekankan hanya satu hal: sejak saat itu, Allah hadir di tengah dunia.  Dia bukan lagi Tuhan yang jauh dan tidak tergapai.

Mengapa ini penting?  Mengapa “immanuel” atau kehadiran Tuhan itu begitu penting?

Untuk menjawabnya, penting bagi kita tahu seperti apa rasanya hidup tanpa kehadiran Tuhan. Tanyakan pada orang Israel pada masa itu, mereka akan memberi tahu seperti apa rasanya: hidup begitu terasa berat untuk dilalui. Kehidupan yang penuh kegemilangan di masa lalu sepertinya hanya kisah fiksi rekaan dibandingkan dengan kehidupan masa itu.

Waktu Tuhan ada, rasa lapar dapat dikatakan mustahil terasa. Karena Tuhan bahkan menyediakan roti manna dan burung sebagai daging untuk makan setiap hari di padang gurun.

Sewaktu Tuhan hadir, rasa malu tidak dikenal oleh mereka—sebab Israel dikenal sebagai bangsa yang besar dan ditakuti.  Ingat peperangan Gideon yang fenomenal?  Cukup dengan tigaratus prajurit, dengan pertolongan Tuhan, sejumlah besar pasukan musuh yang tidak terhitung banyaknya itu dikalahkan dengan dahsyat.

Sewaktu Tuhan memegang kendali, Israel selalu dapat tertidur dengan aman dan nyaman—bahkan ketika musuh terus berjaga-jaga dan menyerang.  Itulah yang Daud nyanyikan dalam mazmurnya kan?

Wah, betapa indah, hebat dan luar biasanya mereka, bukan? Ya. Tetapi itu dulu. Semua kegemilangan, kehebatan, nama baik dan kejayaan itu hanya mereka miliki ketika Tuhan hadir.  Dulu.  Bukan sekarang.

Saat itu, waktu Tuhan akhirnya “diam” melihat Israel menikmati dosa mereka dan memalingkan wajah mereka dari Tuhan, kehidupan berbalik seratus delapanpuluh derajat.  Mereka menjadi bangsa jajahan. Tercerai-berai. Keluarga terpisah satu dengan yang lain. Mereka menjadi budak. Mereka mengalami kelaparan. Dihina dan menjadi olok-olokan. Waktu akhirnya, segala sesuatu sedikit lebih baik; sewaktu akhirnya, mereka keadaan sedikit lebih mending, mereka baru meratapi penyesalan mereka karena jauh dari Tuhan. Mereka baru menyadari buruknya keadaan ketika Tuhan tidak hadir dalam hidup mereka. Mereka mulai mencari Tuhan. Too late. Terlambat. Mereka terlambat menyadari arti kehadiran Tuhan.

(Lih. Yesaya 8:17, “Dan aku hendak menanti-nantikan TUHAN yang menyembunyikan wajah-Nya terhadap kaum keturunan Yakub; aku hendak mengharapkan Dia”.)

Bagaimana rasanya Israel hidup tanpa kehadiran Tuhan? Mereka akan menjawab dengan air mata dan ratapan, “Hidup terasa sangat tidak berarti. Hidup tetapi tidak “hidup”. Hidup berjalan, tetapi asal jalan. Hidup asal hidup, tidak ada sesuatu yang baik untuk dinikmati.  Hidup terasa kosong. Tidak berarti. Lelah, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan.”

Tidakkah anda pernah merasakan hal yang sama?  Atau, mungkin malah saat ini anda sedang merasakannya?

“Wah, sudah hampir natal, tidak terasa cepat sekali waktu berlalu. Tapi, hidup kok begini-begini saja ya?”

“Aku punya pekerjaan dan penghasilan yang bagus, tetapi kok rasanya ada yang kurang ya? Selalu saja tidak pernah merasa puas.”

Atau, yang paling sering saya dengar, “Aku aktif ke gereja, terlibat aktif dalam beragam pelayanan, juga tidak pernah pelit dalam persembahan, tapi… kok rasanya tetap kosong ya? Doa juga terasa hambar dan seperti bicara dengan tembok. Baca Alkitab juga terasa lesu dan tidak punya kerinduan.”

“Mengapa Tuhan terasa begitu jauh?  Kenapa hidup kerohanianku menjadi dingin?  Mengapa tidak lagi hangat seperti dulu?  Mengapa aku tidak lagi berkobar untuk melayani Tuhan? Mengapa natal ini kok aku belum dapat mood-nya ya?  Semua rasanya jadi kering dan suram.”

Jika ada pernah atau sedang mengalami perasaan kosong dan suram seperti itu, inilah yang waktu yang tepat untuk bertanya: sesungguhnya apakah Tuhan benar sudah hadir dalam hidupku?

Jawabannya, mungkin bisa mengejutkan diri anda sendiri. Tetapi, jujurlah. Coba temukan kebenarannya. Sungguhkah aku telah menghadirkan Tuhan dalam kehidupanku?

Mengapa kehadiran Tuhan begitu penting? Mengapa Tuhan lahir sebagai Imanuel?

Jawabnya, karena ketidakhadiran Tuhan dalam hidup kita membawa kita pada rasa hampa, kosong, tidak berarti, tidak bernilai—singkatnya, ketidakhadiran Tuhan membuat hidup menjadi sulit untuk dijalani.

Anda mungkin telah mencoba menghasilkan banyak uang untuk menghadirkan kebahagiaan, tetapi justru mengalami jeratan masalah finansial yang menjebak.

Anda mungkin telah mencoba membangun hubungan dengan seorang kekasih untuk menghadirkan kebahagiaan, tetapi menemukan bahwa suami dan istrimu hari ini lebih banyak mengecewakan.

Anda mungkin telah mencoba memiliki banyak materi (motor, mobil, handphone keren, blackberry, dsb) untuk mendapatkan kesenangan pribadi dan gengsi di depan orang lain, tetapi menemukan bahwa semuanya itu mudah pudar dan tidak membuat kita lebih baik dan nyaman.

Jika itu pernah terjadi atau bahkan anda rasakan saat ini, inilah waktu yang tepat untuk memastikan kehadiran Tuhan dalam hidupmu.  Inilah waktunya untuk lebih memaknai “imanuel”.

Zefanya 3:14-20. Nubuatan kehadiran Tuhan Yesus dinyatakan dengan kesukacitaan yang dahsyat. Dikatakan “bersorak-sorailah, bersukacitalah, beria-rialah dengan segenap hati” sebab Tuhan ada ditengah-tengah kamu. Tuhan ada diantaramu, karena itu bersukacitalah!

Mengapa kita dapat bersukacita dan menikmati kepenuhan hidup ketika Tuhan hadir?

Kita punya alasan untuk bersukacita karena…

[1]  KehadiranNya mendatangkan pengampunan. Tuhan menyingkirkan segala hukuman yang seharusnya jatuh ke atas kita. KehadiranNya menghadirkan jalan kepada penebusan dosa. Dia memberikan pengampunan segala dosa.

[2]  KehadiranNya mendatangkan perlindungan. Tuhan melindungi kita dari segala kejahatan. Menjauhkan kita dari segala malapetaka. Membalas setiap kejahatan yang orang lakukan kepada kita.

[3] KehadiranNya mendatangkan rancangan terbaik buat kita. Tuhan punya rencana terbaik buat kehidupan kita. “Aku akan mengumpulkan engkau… membawa kamu pulang… mengangkat namamu menjadi pujian dan kenamaan… aku akan memulihkan keadaanmu (segala berkatmu).”

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah Immanuel.  Kelahirannya menghadirkan diriNya bagi kita.  Dia tidak ingin menjadi Tuhan yang jauh, Dia ingin berada di tengah kita, bersama kita, di dalam kita. Setiap saat dalam kehidupan kita.

Jadi, bagaimana kita harus meresponi firman Tuhan?

Mari menerima kelahiran Tuhan Yesus di dalam hatimu. Di dalam hidupmu. Hadirkanlah Tuhan selalu senantiasa dalam hati, pikiran, perbuatan dan perkataanmu.  Mari undang dia sekali masuk dalam hati dan hidupmu.

[Bersama berdoa dengan meletakkan tangan kanan di dada]

“Tuhan Yesus, biarlah Tuhan sekali lahir dan hadir dalam hidupku.  Tuhan Yesus, biarlah natal tahun ini tidak berlalu hampa dan suram. Tetapi, biarlah kiranya kehadiranMu sekali mengubahkan kehidupanku—menjadi pribadi yang lebih hidup, lebih dipenuhi kegairahan, vitalitas, dan keantusiasan akan Tuhan dalam segala aspek kehidupanku. Amin.”

Tahun Baru, Kehidupan Baru?

Sudah tujuh hari berlalu di tahun baru. Banyak harapan yang biasa muncul untuk tahun baru seperti ini. Banyak impian dibisikkan dalam doa. Banyak hal yang dirindukan dapat berubah pada tahun yang baru. Itu sudah menjadi tradisi umum.

Tetapi sungguhkah tahun baru berarti kehidupan yang baru?

Dari pengalaman hidup bertahun-tahun, saya kira setiap kita tahu bahwa sesungguhnya tidak memberikan apapun yang baru bagi kita, selain kalendar. Tidak ada kehidupan baru yang dimulai. Tidak ada perubahan apapun dalam segala aspek kehidupan kita setiap pergantian tahun terjadi.

Seorang pembicara motivator, Mario Teguh, dalam sebuah seminar di televisi beberapa bulan lalu mengatakan, “Apa gunanya pakaian baru, tanpa hati yang baru.”

Kalimat ini memiliki makna yang sangat dalam. Perubahan tidak penting terjadi di luar diri, tetapi perubahan yang selalu penting terjadi adalah di dalam diri kita masing-masing.

Minggu lalu saya berkhotbah dengan tema “The Breakthrough”.  Di dalam Alkitab, Yesus juga mengajarkan hal yang serupa. “Tidak seorang pun menaruh anggur baru dalam kantong kulit lama, jika demikian maka anggur baru itu akan mengoyakkan kantong itu. Dan keduanya terbuang sia-sia.” (Markus 2:22-23).

Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kebenaran yang baru kita kenali tidak dapat ditaruh pada pola pikir yang kuno (lama).  Setiap orang harus selalu terbuka untuk berubah.

Setiap kita yang merindukan perubahan, pada intinya, harus bersedia dan MELAKUKAN perubahan.

Jika anda menantikan perubahan yang hebat tahun ini dalam kehidupan anda, langkah pertama yang harus anda lakukan adalah MELAKUKAN PERUBAHAN.

Jangan menunggu. Jangan menanti kondisinya berubah. Keluarga kita berubah. Kondisi ekonomi berubah. Jangan menunggu hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan seperti ini untuk berubah. Tetapi, mulailah untuk berubah. Lakukanlah dimulai dari diri anda sendiri.

[Silahkan baca tulisan saya, “The Breakthrough” untuk lebih detilnya mengenai apa yang perlu kita ubah dalam diri kita.]

Yesterday, Today & Tomorrow

Bedah rumah akhir tahun. Rumah nenek Nemah. Sebuah rumah buruk diubah menjadi rumah yang sama sekali baru. Dinding, tembok, partisi, pintu, atap baru. Isi rumah seperti kasur, kompor, televisi baru. Sampai yang paling detil sekalipun berubah total. Air mata tumpah karena rasa haru yang melimpah.

Kita berharap ada momen dimana kehidupan kita berubah total dengan carayang sama.

Pergi keluar rumah sebentar dan pulang menemukan segala sesuatunya sudah berubah menjadi baik. Tutup mata sebentar dan celik dengan hutang yang lunas seketika. Berpuasa sehari dan kesembuhan ajaib datang di waktu pagi. Berdoa sebentar dan semua kepahitan dan luka hilang lenyap.

Tetapi kita tahu hidup tidak berjalan seperti itu. Berapa banyak tahun baru yang telah kita lewati? Berapa banyak harapan dan impian yang pupus di tengah jalan?

Pengalaman telah menolong kita tersadar bahwa sesungguhnya tahun baru tidak mendatangkan apapun yang baru dalam kehidupan kita. Semakin lama semakin sulit hidup terasa dilalui. Langkah kaki pun semakin lama terasa berat menapaki hari-hari di depan.

Semakin tahun semakin banyak saya menemukan orang-orang yang bersikap pesimis dengan masa depan. Semakin banyak yang tidak berani bermimpi lagi untuk perubahan. Semakin banyak yang melangkah begitu saja tanpa arah dan semangat. Terlalu banyak kegagalan dan terlalu banyak impian yang berakhir hanya sebagai mimpi.

Di tahun yang baru kita perlu melangkah mantap untuk menikmati berkat dan pertolongan Tuhan. Namun selalu ada yang membuat langkah kita terasa begitu berat.

Dari masa lalu, kita membawa beban kekecewaan dan kepahitan. Dari hari ini, kita membawa beban keraguan karena tidak melihat sesuatu yang baik terjadi. Dari masa depan, kita membawa beban kekuatiran dan ketakutan.
Tidak heran, langkah kita terasa berat untuk menapaki hari depan.

Di awal tahun ini saya ingin kita menemukan kekuatan kita di dalam Tuhan. Menyiapkan diri untuk yang terbaik dari Tuhan.

Beberapa hari yang lalu, kami mendapat sms dari seorang teman di Jakarta,

“Sikapilah hari kemarin dengan kerelaan, hadapilah hari ini dengan keyakinan, persiapkanlah hari esok dengan keberanian.”

Ini akan menjadi tiga poin yang kita pelajari hari ini.

Baca lebih lanjut

Mengapa banyak orang ingin hidupnya berubah namun tidak pernah berubah? Mengapa anda ingin hidup anda berubah namun tidak pernah terjadi? Jawabnya sederhana sekali, yaitu karena anda tidak melakukan perubahan. Karena anda sendiri tidak berubah.

Karena anda menunggu perubahan terjadi di luar diri anda. Anda hanya mengharap situasi berubah. Kondisi berubah. Suami/istri anda berubah. Anak anda berubah. Anda mengharapkan segala sesuatu di sekeliling berubah menjadi lebih baik, tetapi sama sekali tidak melakukan usaha apapun mengubah diri anda sendiri. Lucu sebenarnya. Kita mengharapkan hal-hal yang tidak mampu kita kendalikan untuk berubah, dan justru tidak mengubah apa yang bisa kita kendalikan. Diri kita sendiri.

Untuk menikmati hidup yang luar biasa, kita harus membuat terobosan!

Markus 2:22. Tidak seorang pun menuang anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.

Orang Yahudi yang terjebak dengan ritual, tradisi turun temurun, gaya hidup nenek moyang. Ribuan tahun berlalu dan mereka masih hidup dengan cara yang sama. Hasilnya, mereka tidak suka dan tidak siap untuk sebuah perubahan. Mereka terlalu menikmati hidup mereka seperti itu. Mereka terlalu terbiasa dengan kondisi yang seadanya. Kenyamanan itulah yang tidak ingin mereka usik. Baca lebih lanjut

Siang ini saya memperhatikan gereja tidak seperti biasanya di jam kantor seperti ini. Banyak anak-anak berkeliaran di gereja dengan keceriaan anak-anak yang tanpa beban. Senyum merekah di wajah mereka. Tidak ada sesuatu yang rasanya dapat merenggut sukacita yang sedang mereka rasakan.

Apa yang mereka lakukan di gereja siang hari bolong seperti ini?

Mereka berlatih. Latihan natal untuk Ibadah Perayaan Natal Sekolah Minggu yang akan berlangsung esok hari.
Melihat pemandangan keceriaan di wajah anak-anak ketika natal mengingatkan saya akan natal saya sendiri ketika masih sangat belia. Natal memang selalu sangat menyenangkan. Selalu sangat dinantikan. Terlalu banyak kesenangan yang membuatnya selalu terasa indah untuk dilalui.

Hadiah. Kado. Baju baru untuk dipamerkan. Sepatu dengan telapak yang masih berwarna original karena baru. Gereja yang berwarna-warni. Lagu-lagu yang ceria. Dekorasi natal yang selalu menjadi latar belakang yang terasa bagus untuk berfoto bersama. Permen. Konsumsi dari gereja yang pasti istimewa. Belum lagi ditambah hadiah khusus buat anak-anak sekolah minggu yang berprestasi. Wah, lengkap rasanya semua kesenangan ini datang.

Yang paling saya nantikan, bagaimanapun juga, adalah drama natal dengan Yusuf, Maria dan bayi Yesus itu. Selalu ada rasa haru yang menyeruak masuk ketika mereka hadir dalam ruang ibadah di gereja. Tuhan yang lahir menjadi manusia untuk saya.

Namun, entah kemana semua kesenangan itu pergi saat ini. Natal tidak lagi terasa keindahan dan kesenangannya seperti dulu. Menjadi dewasa dan segala kesibukan yang lain rupanya menjadikan natal tidak lagi seindah dulu.

Ya, bahkan sebagai seorang pelayan Tuhan full-time pun harus diakui kadang natal lebih banyak menyisakan kelelahan dan kerja tambahan belaka.

Namun… melihat anak-anak sekolah minggu yang baru selesai berlatih itu membuat saya sungguh tidak ingin melewatkan natal ini lagi dengan cara “dewasa” seperti yang lalu. Saya rindu menikmati natal ini dengan hati anak-anak lagi. Hati yang polos dan tulus menantikan drama natal yang biasa itu dengan luar biasa.

Saya berharap masih ada kesempatan untuk itu. Duduk di depan mimbar dengan hati seorang anak kecil.

Tiba-tiba, sebuah suara lembut berbisik di hati saya, “Selalu masih ada kesempatan itu untukmu.”